Penulis: Dewi Budiani Effendi
Dalam dunia parenting saat ini, banyak orang tua mulai menyadari bahwa disiplin bukan sekadar soal kepatuhan terhadap aturan. Disiplin sejati tumbuh ketika anak mampu memahami alasan di balik tindakannya, mengatur dirinya sendiri, dan terdorong oleh motivasi dari dalam diri, bukan karena ancaman atau hadiah semata. Hal ini sejalan dengan pendekatan Disiplin Positif yang menekankan pentingnya membangun kesadaran dan tanggung jawab anak melalui pemahaman atas sumber motivasinya.
Bayangkan, Ayah Bunda, alih-alih memaksa anak duduk diam mengerjakan PR, Anda justru menyaksikannya tenggelam dalam rasa penasaran mengeja kata demi kata dari ensiklopedia dinosaurus, lalu menghampiri Anda sambil bertanya, “Bunda, kenapa dinosaurus bisa punah, ya?”
Bukan karena ada tugas. Bukan karena takut dimarahi. Tapi karena ia merasa bebas untuk bertanya, keliru, dan mencoba lagi. Semua itu mungkin terjadi karena ada satu hal penting yang Anda berikan: ruang yang besar untuk gagal dan tumbuh.
Di tengah tekanan nilai dan kesempurnaan, butuh keberanian dan kesabaran besar bagi orang tua untuk tidak buru-buru membetulkan, tidak tergoda menyalahkan, dan memilih hadir sebagai pendamping yang percaya proses. Inilah makna terdalam dari Disiplin Positif, bukan soal siapa yang paling cepat taat, tapi siapa yang diberi ruang paling aman untuk belajar dari kesalahan dan menemukan alasannya sendiri untuk terus belajar.
Apa yang membedakan anak yang terus bertanya dan anak yang hanya belajar kalau disuruh? Seringkali bukan pada kecerdasannya, tapi pada ruang dan respons yang ia terima setiap kali ia melakukan kesalahan.
Rasa Ingin Tahu adalah Bahan Bakar Alami untuk Belajar
Sejak bayi, anak sudah diprogram untuk belajar melalui rasa ingin tahunya. Mereka meraih benda yang jatuh, membuka tutup botol berkali-kali, bertanya tanpa henti tentang hal-hal yang kadang membuat orang tua kehabisan jawaban. Itulah bahan bakar alami yang mendorong mereka berkembang, bukan sebuah tekanan, apalagi hukuman.
Namun seiring bertambahnya usia dan masuk ke sistem pendidikan yang terlalu fokus pada hafalan, nilai, dan ujian, rasa ingin tahu ini perlahan menghilang. Anak menjadi takut salah, ragu bertanya, dan hanya belajar saat diminta. Saat itulah motivasi belajar berubah arah, dari dalam ke luar, dari penasaran menjadi kewajiban.
Padahal, anak-anak yang belajar karena penasaran justru memiliki motivasi internal yang lebih kuat, lebih tahan lama, dan lebih berdampak dalam kehidupan. Mereka belajar karena ingin tahu, bukan karena disuruh. Mereka bertanya karena ingin memahami, bukan karena takut tidak bisa menjawab soal.
Motivasi Internal vs Eksternal, Mana yang Bertahan Lebih Lama?
Motivasi eksternal seperti hadiah, nilai, atau hukuman memang bisa memicu perilaku belajar dalam jangka pendek. Tapi efeknya cepat hilang. Anak akan berhenti belajar saat hadiah berhenti atau jika tidak ada konsekuensi langsung terhadapnya.
Sebaliknya, anak yang terdorong oleh motivasi internal akan tetap belajar meski tidak ada PR, tidak ada nilai, ataupun tanpa pengawasan. Karena dorongan itu berasal dari dalam dirinya sendiri. Anak yang termotivasi secara intrinsik akan:
- Sering bertanya tanpa diminta
- Suka menjelajah/explore hal-hal baru
- Tidak takut salah
- Menemukan kegembiraan dalam proses belajar itu sendiri
Dan yang paling penting, mereka belajar bukan untuk menyenangkan orang lain, tapi untuk memenuhi dorongan alami dalam diri mereka sendiri
Bagaimana kita tahu kalau anak punya motivasi belajar yang sehat? Beberapa tandanya bisa terlihat dari keseharian mereka:
- Sering bertanya hal-hal di luar pelajaran bahkan pertanyaan out of the box
- Tertarik mencoba eksperimen atau proyek kecil
- Menunjukkan antusiasme ketika belajar topik yang mereka suka
- Sering membuat koneksi antara pelajaran dan kehidupan nyata
Anak seperti ini bisa jadi bukan yang paling berprestasi di atas kertas, tapi mereka tumbuh menjadi pembelajar seumur hidup (lifelong learner) yang haus akan pengetahuan dan tidak berhenti belajar hanya karena sekolah sudah selesai.
Peran Orang Tua: Hadir, Mendengar, Memberi Ruang
Untuk menumbuhkan rasa ingin tahu anak, orang tua tidak harus jadi guru. Tapi orang tua perlu jadi teman eksplorasi yang:
- Mendengarkan pertanyaan anak dengan seksama dan tanpa menghakimi
- Memberi ruang eksplorasi, bukan hanya fokus pada hasil akhir
- Membiarkan anak membuat kesalahan, dan melihatnya sebagai bagian dari proses belajar
- Mengaitkan pelajaran dengan hal-hal yang disukai anak, seperti hobi atau pengalaman sehari-hari.
Belajar yang Menumbuhkan Rasa Ingin Tahu
Salah satu pendekatan yang sangat mendukung tumbuhnya motivasi belajar dari dalam diri anak adalah Project-Based Learning (PBL). Dalam pendekatan ini, anak belajar dengan mengerjakan proyek nyata, yang relevan dengan kehidupan mereka.
Misalnya, daripada menghafal daftar jenis sampah, anak diajak membuat proyek pemilahan sampah di rumah. Mereka meneliti, berdiskusi, mencoba solusi, lalu mempresentasikannya. Anak bukan hanya tahu, tapi juga mengalami dan mengimplementasikan secara langsung.
Selain PBL, pembelajaran kontekstual juga membantu anak melihat bahwa belajar bukan sesuatu yang terpisah dari hidup mereka. Belajar jadi menyenangkan, memicu rasa ingin tahu yang lebih dalam, dan bermakna.
Belajar Tanpa Paksaan Itu Mungkin
Di tengah tuntutan pendidikan modern, ada kabar baiknya, yaitu anak-anak masih bisa belajar dengan gembira, tanpa paksaan. Kuncinya ada pada pendekatan yang menghargai proses, membangun rasa ingin tahu, dan mengaitkan belajar dengan kehidupan nyata.
Di Sekolah Murid Merdeka (SMM), misalnya, anak belajar lewat proyek, eksplorasi, dan pengalaman nyata. Mereka tidak sekadar duduk mendengarkan guru, tapi aktif mencipta, berdiskusi, dan menemukan sendiri. Karena ketika anak penasaran, mereka akan belajar dengan sendirinya.
Jadi, masih harus disuruh belajar? Atau cukup bantu anak untuk terus penasaran?
Yuk, kunjungi SMM melalui situs sekolahmuridmerdeka.id dan pilih kelas elektif sesuai kebutuhan dan minat anak Ayah Bunda dan temukan bagaimana SMM menumbuhkan anak-anak yang mencintai proses belajar seumur hidup.