Pendekatan 5M untuk Menumbuhkan Disiplin pada Anak

Komitmen Sekolah Murid Merdeka: Menumbuhkan Disiplin Berkomitmen & Mandiri melalui Pendekatan 5M

Hi Ayah Bunda,

Masih ingat dengan pembahasan tentang tantangan disiplin positif serta pentingnya self-regulation? Nah, kali ini ada artikel edisi khusus untuk melanjutkan topik sebelumnya, yaitu pendekatan 5M yang kami gunakan di Sekolah Murid Merdeka (SMM) untuk membantu menumbuhkan sikap disiplin dan mandiri pada anak. 

Dalam menanamkan sikap disiplin pada anak, Ayah Bunda perlu memahami bahwa disiplin itu bukan hanya sekadar mengikuti perintah dan kepatuhan terhadap peraturan. Memiliki kesadaran dan komitmen diri, juga bentuk dari sikap disiplin utama pada anak yang perlu Ayah Bunda sadari dan apresiasi. 

Tentu saja, kesadaran apalagi komitmen tidak serta merta akan tumbuh secara tiba-tiba tanpa adanya pemicu. Maka dari itu, tugas kita sebagai orang tua adalah menemani dan mengarahkan anak agar dapat mengenal dan memiliki awareness nilai dan prinsip baik yang perlu mereka pegang. 

Selanjutnya, kita bersama-sama memupuk kesadaran anak agar bertumbuh menjadi sebuah komitmen, janji kepada dirinya sendiri untuk senantiasa memegang nilai dan prinsip baik tersebut dalam perjalanan hidupnya. Bukankah kita semua  yakin bahwa semua anak memiliki potensi untuk dapat belajar secara mandiri dan dapat bertanggung jawab? Hanya Saja, untuk dapat sampai ke titik tersebut, dukungan dan pendekatan yang tepat sangat dibutuhkan. 

Berangkat dari background tersebut, SMM berupaya untuk menguraikan satu persatu akar masalah dan menawarkan solusi melalui pendekatan 5M. 

Apa itu Pendekatan 5M?

Ada berbagai strategi dan metode pembelajaran yang coba kami terapkan di SMM, salah satunya adalah pendekatan 5M di sekolah dan sangat dianjurkan agar Ayah Bunda mencobanya juga di rumah. Apa itu 5M dan bagaimana pendekatan ini dapat membantu menumbuhkan sikap disiplin positif pada anak?

Pendekatan 5M terdiri dari 5 (lima) aktivitas utama, meliputi memanusiakan hubungan, memahami konsep, membangun keberlanjutan, memilih tantangan, & memberdayakan konteks) 

  1. Memanusiakan Hubungan

    “Learning is ubiquitous in ongoing activity, though often unrecognised as such.” Mengutip pernyataan dari Jean Lave, yang menyebutkan bahwa pembelajaran terjadi dalam berbagai aktivitas sehari-hari dan sering kali tidak disadari sebagai proses belajar. Ia menekankan pentingnya konteks sosial dalam proses pembelajaran. Maka dari itu, tidak akan ada proses belajar tanpa adanya relasi-hubungan-kontrak dengan antar manusia. 

    Di SMM, pendekatan memanusiakan hubungan ini kami terapkan dalam pembelajaran sehari-hari. Hal ini selaras dengan pesan yang selalu disampaikan oleh founder kami, Najeela Shihab, “Memanusiakan hubungan adalah cara mengajar yang menekankan pemahaman terhadap disposisi belajar murid dan penumbuhan kekuatan dan jati diri sebagai pelajar untuk mengembangkan hubungan guru, murid, dan orang tua yang saling percaya, dekat dan bertumpu pada kesepakatan bersama.”

    Kami percaya, memanusiakan hubungan di manapun itu, khususnya lingkungan belajar akan membawa dampak positif, baik untuk diri sendiri maupun orang di sekitarnya. Di SMM, Fasilitator tidak hanya ditempatkan dan ditugaskan sebagai pengajar, namun juga sebagai pendengar dan pendamping yang hadir sepenuhnya.

    Misalnya, pada saat diskusi di kelas Daring Rutin, Fasilitator akan selalu melibatkan pendapat anak, memvalidasi emosi mereka, dan menciptakan ruang yang aman untuk berekspresi.  Harapannya, anak akan merasa dihargai juga menumbuhkan rasa percaya diri karena diberi ruang untuk mendapatkan kebebasan berekspresi. Rasa percaya diri inilah yang kami yakini dapat menumbuhkan  motivasi internal anak untuk belajar. 

    Ketika percaya diri, anak akan lebih yakin terhadap kemampuan dirinya dan cenderung resilien saat menghadapi kesulitan. Bahkan dalam banyak kasus juga anak akan lebih konsisten dan tetap termotivasi serta tidak mudah menyerah. Dampak positif inilah yang dapat menjaga komitmen dalam jangka panjang pada proses belajar anak.

  2. Memahami Konsep

    Ketika anak sudah memiliki sikap disiplin dan sikap mandiri, artinya mereka sudah punya pondasi yang baik dalam bersikap dan berperilaku sesuai nilai yang mereka pegang. Tugas berikutnya adalah menanamkan pondasi tersebut lebih dalam lagi kepada anak.

    Seperti yang disebutkan oleh Winkel. W.S dalam bukunya, “Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari.”

    Memahami konsep merupakan salah satu fundamental dalam proses belajar yang mana artinya anak sudah memahami konsep dan makna  dari suatu informasi, bukan hanya sekadar mengingat dan menghafalnya. 

    Di SMM, anak tidak hanya ditugaskan untuk menghafal materi, tetapi juga diajak memahami dan memaknainya. Anak diberikan jawaban tentang “mengapa saya harus belajar ini?” dan “apa manfaatnya untuk saya?”. 

    Melalui pembelajaran kontekstual, setiap topik dan materi yang dibahas akan dikaitkan dengan realita kehidupan anak. Sehingga anak akan belajar dengan makna yang selanjutnya akan meningkatkan motivasi internal pada anak lalu timbullah rasa disiplin dan sikap mandiri karena anak tahu akan tujuan belajarnya.

  3. Membangun Keberlanjutan

    Tahukah Ayah Bunda, bahwa kebiasaan dapat menjadi dasar jembatan membentuk karakter disiplin dan mandiri pada anak. Kebiasaan baik yang ditanamkan pada anak sejak dini secara terus menerus akan dapat memupuk rasa disiplin secara alami dan tertanam dalam jangka panjang. Maka dari itu pentingnya membangun keberlanjutan-kebiasaan yang baik agar sikap disiplin positif lah yang bertunas pada diri anak.

    Inilah mengapa pembelajaran di SMM tidak hanya dirancang dalam jangka waktu untuk satu semester saja. Kami berharap agar dapat menumbuhkan kebiasaan belajar jangka panjang pada anak. 

    Jadwal kelas rutin dan tugas proyek kolaboratif yang ada pada SMM dapat mendorong anak membangun ritme belajar yang stabil. Implikasinya anak akan terbiasa mengatur waktu dan menjaga konsistensi belajarnya dari sinilah sikap disiplin akan tumbuh dari kebiasaan. Karena, sikap disiplin positif pada anak tumbuh akan karena kebiasaan, bukan paksaan atau ketakutan. 

  4. Memilih Tantangan

    Anak perlu berani untuk memilih tantangan. Mengapa begitu? Sejatinya tantangan merupakan ring untuk melatih ketangguhan dan konsistensi. Tantangan akan mendorong anak untuk keluar dari zona nyamannya dan melihat bahwa banyak hal yang perlu dijelajahi dan ditaklukan. 

    Saat menghadapi tantangan anak akan belajar meregulasi dirinya sendiri, mengatur waktu, mengendalikan diri, dan berfokus. Lalu disiplin akan muncul karena anak yang terbiasa memilih tantangan akan sadar bahwa untuk menaklukan tantangan membutuhkan sebuah konsistensi. Hal awal yang dapat diimplementasikan pada anak dalam “memilih tantangan” adalah anak harus diberi ruang untuk mengambil peran aktif dalam proses belajarnya. 

    Maka dari itu, SMM memberikan ruang pada anak untuk bisa memilih topik eksplorasi yang membuatnya merasa penasaran dan tertantang. Anak yang terdorong oleh rasa ingin tahu akan merasa puas saat menyelesaikan tantangan yang mereka hadapi sehingga akan tumbuh kemandirian dan tanggung jawab. Dengan begitu anak akan terbiasa dan senang untuk memilih tantangan dan tidak merasa terbebani saat harus menghadapinya.

  5. Memberdayakan Konteks

    Terakhir, yaitu memberdayakan konteks. Seperti Ayah Bunda tahu, bahwa pendidikan formal anak saat ini terikat dengan kurikulum yang disamaratakan. Padahal sejatinya setiap anak memiliki potensi dan interes yang berbeda-beda. 

    Lalu bagaimana kita dapat mendorong potensi dan memfasilitasi keingintahuan anak? SMM hadir dengan solusi penerapan Kurikulum yang Memberdayakan Konteks yang disusun dengan praktik pembelajaran yang inspiratif, aplikatif, dan kontekstual. 

    Contohnya, pembelajaran pada anak selalu dikaitkan dengan konteks nyata dan dikemas secara menyenangkan. SMM menawarkan berbagai aktivitas seperti, sesi interaktif, field trip, dan pameran karya. Aktivitas yang kami percaya dapat membantu anak merasa bahwa belajar itu menyenangkan. 

    Rasa senang ketika melakukan sesuatu akan menstimulasi kebiasaan positif yang baik dan akhirnya sikap disiplin tumbuh bukan dan tanpa beban melainkan menjadi bagian dari sehari-hari.

Got it, Anything Else?

Dari penjelasan tentang pendekatan 5M di atas, pada akhirnya SMM berkomitmen untuk membuat lingkungan belajar yang menyenangkan bagi anak dan tetap dapat menumbuhkan  kompetensi baik pada anak, misalnya

  1. Komitmen dalam belajar: Anak mampu bertanggung jawab atas proses belajarnya sendiri, tanpa perlu disuruh dan diatur.
  2. Kemandirian: Anak mampu menyusun jadwal, menyelesaikan tugas, dan menghadapi tantangan tanpa dependen dan bergantung pada orang dewasa.
  3. Kemampuan refleksi dan berpikir kritis: Anak bisa bertanya “apa yang bisa saya lakukan lebih baik?” dan mengevaluasi segala prosesnya.
  4. Motivasi intrinsik tinggi: Anak belajar karena ingin, bukan karena takut dimarahi atau ingin hadiah.
  5. Kesiapan menghadapi masa depan: Dengan disiplin dan kemampuan mengelola diri, anak akan lebih siap menghadapi tantangan nyata di luar sekolah.

Bagaimana menurut Ayah Bunda? Dari penjelasan dan contoh penerapan 5M di sekolah, apakah dapat Ayah Bunda terapkan di rumah juga? 

Belajar itu dilakukan seumur hidup, untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak, bukankah semua diawali dari aktivitas dan interaksi sehari-hari bersama Ayah Bunda di rumah? Selagi itu ilmu baik, tidak ada salahnya untuk kita coba, bukan? 

Supaya semakin maksimal dalam proses dan hasil belajarnya, Ayah Bunda juga dapat mengajak anak untuk belajar di SMM terdekat. Mari kita bantu anak supaya mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan baik untuk tumbuh kembangnya.

Bagikan Artikel