Categories
Berita Terkini SMM Event Parenting

Highlight BINGKAI Vol.1: Tantangan Disiplin Positif, 5 Tipe Figur Disiplin, Ayah Bunda termasuk Tipe yang Mana?

“Disiplin bukan soal menghukum, tapi soal membentuk karakter.”
— Najelaa Shihab

Halo Ayah Bunda, masih ingatkah dengan inisiatif baru dari SMM yang berjudul BINGKAI Vol 1? Sebuah acara diskusi interaktif SMM bersama Keluarga Kita dengan konsep roadshow ke berbagai kota di Indonesia. Masih dalam serangkaian highlight BINGKAI Vol 1, ada lanjutan pembahasan yang akan kami bagikan dari topik Tantangan Disiplin Positif. Kali ini, pembahasannya akan berfokus pada pengenalan tipe figur disiplin positif.

Apakah Ayah Bunda pernah merasa bimbang saat harus menegur anak? Seperti berada pada situasi yang harus memilih, memberikan kesempatan pada anak untuk belajar tanggung jawab atau ada kekhawatiran akan terlalu keras jika melakukannya, tapi juga terlalu memanjakan jika tidak pernah mengajarkannya? 

Inilah situasi dilema yang telah menjadi isu klasik dalam parenting, serta belum menyadari gaya kita ketika menerapkan disiplin pada anak. Nah, di sesi BINGKAI Vol.1 ini menjadi salah satu topik pembahasan tentang gaya penerapan disiplin kepada anak yang mengerucut pada 5 tipe figur disiplin yang sering muncul dalam pola asuh orang tua.

Melalui artikel ini, kami ingin mengajak Ayah Bunda untuk memahami tipe figur disiplin,  mengenali gaya kita sendiri, dan yang tidak kalah penting adalah melihat bagaimana hal ini bisa berdampak langsung untuk perkembangan anak. Mari kita bahas satu persatu di sini ya.

Mengapa Disiplin Positif itu Penting?

Hal pertama yang sekaligus menjadi fundamental adalah memahami alasan pentingnya pemahaman dan penerapan disiplin positif. Nah, Ayah Bunda bisa langsung membaca pembahasan lengkapnya pada artikel Highlight BINGKAI Vol.1: Tantangan Disiplin Positif, Membangun Self-Regulation Anak Mulai Dari Memahami Sumber Motivasi.

Melanjutkan dari artikel sebelumnya, satu hal yang harus kita sepakati bersama adalah disiplin ini bukanlah bentuk kontrol orang tua kepada anak. Melainkan, proses menanamkan nilai tanpa paksaan atau menakuti anak. Seperti yang disebutkan oleh Psikolog anak dan remaja Dr. Laura Markham (penulis buku Peaceful Parent, Happy Kids), 

“Discipline should be about teaching, not punishing. Children need guidance, not fear.”

Anak yang tumbuh dalam suasana disiplin yang sehat akan belajar mengambil keputusan, bertanggung jawab, dan merasa aman untuk jadi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, penting untuk mempelajari dan menerapkan disiplin positif kepada anak. 

5 Tipe Figur Disiplin dalam Pola Parenting

Setelah kita memiliki pemahaman yang sama terkait disiplin positif, selanjutnya yang perlu Ayah Bunda ketahui adalah setiap orang tua pasti memiliki karakteristik dalam penerapan disiplin kepada anak. Ada yang sifatnya saling melengkapi, tapi ada juga yang kontradiktif satu sama lain. Nah, disinilah pentingnya untuk mengetahui tipe figur disiplin dan bagaimana dampaknya terhadap anak. 

  1. Tipe Penghukum

  2. Pada tipe penghukum, emosi dominan yang ditunjukkan adalah marah. Sehingga dalam mendisiplinkan anak cenderung dilakukan dengan memberikan hukuman. Ketika anak melakukan kesalahan, respons yang muncul biasanya reaktif seperti marah, membentak, bahkan memberikan sanksi langsung tanpa menjelaskan alasannya. 

    Tujuannya memang untuk “menghentikan” perilaku negatif, namun metode ini tidak bisa diterapkan untuk jangka panjang karena dalam tidak menyentuh akar masalah dan justru dapat menimbulkan “masalah” baru, baik untuk orang tua maupun anak. 

    Dampak ke anak:
    Anak jadi takut salah, takut jujur, dan hanya patuh karena tekanan. Dalam jangka panjang, bisa tumbuh menjadi pribadi yang takut mengambil keputusan atau malah memberontak diam-diam.

    “Disiplin berbasis hukuman hanya efektif sementara, tapi tidak menanamkan nilai-nilai yang ingin kita ajarkan.”
    — Jane Nelsen, Positive Discipline

    Sebaiknya…

    Pertanyaan berikutnya, jika memiliki tipe ini bagaimana sebaiknya kita bertindak ketika ingin mendisiplinkan anak? Dalam penerapan disiplin positif, daripada langsung menghukum, sebaiknya ajak anak memahami konsekuensi logis dari tindakannya. 

    Boleh marah, tapi berikan penjelasan dan arahan kepada anak. Ambil jeda sejenak untuk menenangkan diri sebelum merespons anak. Disiplin bukan soal melampiaskan emosi, tapi tentang mendidik dan membentuk karakter.

  3. Tipe Pembuat Rasa Bersalah

  4. Orang tua dengan tipe ini sering merasa bersalah jika anak tidak “berhasil”, dan mengekspresikannya dalam bentuk kalimat pasif-agresif, tekanan emosional, atau ekspresi kecewa yang tidak disampaikan secara terbuka. Biasanya muncul saat orang tua punya standar tinggi terhadap diri sendiri dan anak, lalu tidak terbiasa menunjukkan kelemahan atau ketidaksempurnaan.

    Dampak ke anak:
    Anak menjadi perfeksionis dan takut gagal, tumbuh dengan suara batin yang keras seperti “Aku nggak cukup baik.” Dampak jangka panjangnya adalah bisa mempengaruhi kestabilan emosi anak dan cara mereka melihat dirinya sendiri di berbagai situasi.

    “Guilt is a natural emotion—but when it becomes a tool, it damages the child’s inner voice.”
    — Brené Brown

    Sebaiknya…

    Alih-alih membuat anak merasa bersalah, akui perasaan dan beri ruang diskusi. Tunjukkan bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar. Ayah Bunda juga bisa membiasakan dengan afirmasi, “Tidak apa-apa gagal, yang penting kamu belajar,” dan contohkan bahwa orang tua pun bisa salah dan belajar juga.

  5. Tipe Teman Baik

  6. Tipe ini ingin jadi sahabat anak. Baik niatnya, tapi bisa jadi malah salah kaprah karena orang tua menyimpan perasaan takut membuat anak kecewa atau marah, kehilangan kedekatan emosional dengan anak, sehingga enggan memberikan aturan atau konsekuensi. Konsekuensinya, anak tidak belajar struktur dan batasan yang sehat.

    Dampak ke anak:
    Anak cenderung tumbuh tanpa memahami tanggung jawab. Mereka sulit menerima “tidak”, dan tidak terbiasa menghadapi konflik atau batasan sosial yang wajar.

    “Hubungan yang sehat bukan tanpa konflik, tapi mampu melalui konflik bersama.”
    — Najelaa Shihab

    Sebaiknya…

    Ingat, memberi batas itu bentuk cinta juga. Mulailah dengan membuat aturan bersama anak, dan tetap konsisten menjalankannya. Konflik kecil bukan berarti hubungan rusak, justru dari situ anak dapat belajar bernegosiasi dan memahami cara kerja dunia luar.

  7. Tipe Pemantau

  8. Tipe ini cenderung mengontrol, pada tingkat ekstrem akan mengatur, mengawasi, dan menilai setiap aspek hidup anak seperti belajar, makan, tidur, main. Semua ini berasal dari rasa khawatir berlebih bahwa anak akan gagal jika tidak “dibimbing”.

    Dampak ke anak:
    Anak merasa dicintai hanya ketika sukses. Mereka bisa tumbuh dengan kecemasan tinggi, takut salah, atau ketergantungan pada validasi eksternal.

    “Terlalu banyak kontrol bisa mematikan rasa percaya diri dan keingintahuan alami anak.”
    — Daniel J. Siegel, The Whole-Brain Child

    Sebaiknya…

    Ubah pendekatan dari “pengatur” menjadi pemandu, pengarah, dan penasihat. Biarkan anak mengambil keputusan kecil dalam kesehariannya, misal ketika memilih baju, menyusun jadwal belajar, dll. Bangun kepercayaan secara bertahap, dan bantu anak menilai keberhasilan dari proses, bukan hasil semata.

  9. Tipe Penumbuh 

  10. Inilah tipe yang menjadi figur ideal dan sebaiknya kita terapkan untuk parenting.  Figur yang mengajak anak belajar dari kesalahan, menetapkan aturan dengan diskusi, dan memberi ruang eksplorasi dan berkolaborasi. Mereka mengakui bahwa anak adalah individu yang unik dan sedang belajar, sehingga dapat menjaga keseimbangan antara aturan dan kasih sayang, mendorong anak berpikir, bukan hanya taat, dan membangun hubungan dua arah berdasarkan rasa percaya.

    Dampak ke anak:
    Anak tumbuh dengan motivasi internal yang kuat, mampu mengatur emosi, dan tahu bahwa kesalahan bukan hal fatal yang tidak dapat diperbaiki, melainkan kesempatan untuk bertumbuh.

    Empathy doesn’t mean permissiveness. It’s the foundation of effective boundaries.”
    — Dr. Laura Markham

    Oleh sebab itu, kita perlu terus melatih empati dan refleksi, menjadi tempat aman anak untuk bertanya, berbagi, bahkan melakukan kesalahan. Ayah Bunda juga bisa mulai menerapkan penggunaan pertanyaan terbuka seperti, “Menurutmu apa yang bisa dilakukan lebih baik lain kali?” untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kemandirian.

    Jadi, Kita termasuk Tipe yang Mana?

    Sampailah kita pada penghujung artikel, setelah membaca penjelasan di atas, mari kita coba merefleksikan diri untuk mengetahui tipe figur disiplin mana yang paling dominan kita terapkan pada anak. Bagaimana caranya? Ayah Bunda bisa memulainya dengan menjawab 3 pertanyaan dasar berikut. 

    1. Apa emosi pertama yang muncul saat saya mendisiplinkan anak?
    2. Mana gaya komunikasi saya, mengatur, menegur, atau mengajak bicara?
    3. Apakah saya lebih sering bereaksi atau merespon secara sadar?

    Ingat, tujuan dari refleksi ini bukan untuk menyalahkan diri sendiri. Tapi sebagai langkah awal untuk menjadi orang tua yang lebih sadar dan responsif terhadap kebutuhan emosional anak, serta sebagai kesempatan untuk tetap bertumbuh sebagai orang tua yang menjalankan kewajibannya kepada anak. 

    Jadi, Ayah Bunda cenderung masuk ke tipe yang mana nih?

Categories
Berita Terkini SMM Event Parenting

Highlight BINGKAI Vol.1: Tantangan Disiplin Positif, Membangun Self-Regulation Anak Mulai Dari Memahami Sumber Motivasi

Tahukah Ayah Bunda, bahwa sejak tanggal  28 November 2024, Sekolah Murid Merdeka (SMM) merilis inisiatif baru bernama BINGKAI Vol 1. Bincang SMM Bareng Keluarga Kita, sebuah acara yang mengusung konsep roadshow ke berbagai kota sesuai jangkauan lokasi hub SMM, berlangsung selama periode tahun ajaran 2024/2025.  

Acara ini adalah hasil kolaborasi dengan Keluarga Kita, untuk menciptakan BINGKAI sebagai komitmen SMM untuk memberikan dukungan kepada orang tua murid dalam memahami aspek-aspek penting dalam pengasuhan dan pendampingan anak di lingkungannya, termasuk keluarga dan dan sekolah. 

Bukan sekadar bincang biasa, tapi SMM juga melibatkan praktisi pendidikan sebagai narasumber inspiratif, di antaranya Ibu Najelaa Shihab sebagai Founder SMM, Radinka Qiera sebagai Co-founder SMM,  Yason Pranata sebagai Direktur SMM, dan pemateri dari Keluarga Kita sebagai praktisi dalam pengasuhan anak. 

Nah, melalui artikel ini kami ingin membagikan highlight acara yang sudah berlangsung kepada Ayah Bunda yang belum sempat menghadiri roadshow BINGKAI Vol.1 ini. Salah satunya, tentang penerapan disiplin positif dan pengembangan self-regulation untuk mendukung pertumbuhan anak, baik dalam keluarga maupun lingkungan sekolah.

Wah, seperti apa ya materinya? Mari kita simak sampai tuntas artikel ini. 

Tantangan Disiplin Positif pada Anak

Satu hal yang sebaiknya kita sepakati sejak awal adalah pemahaman dasar bahwa disiplin positif bukan hanya soal memberi aturan atau menghukum anak ketika berperilaku buruk. Lebih dari itu, disiplin positif berkaitan dengan pendekatan yang melibatkan empati kita sebagai pihak yang paling dekat dengan anak, pemahaman, serta pemberian contoh yang baik. 

Sayangnya, dalam praktiknya, masih sering kita jumpai secara langsung maupun dari media massa orang tua yang menghadapi tantangan bahkan kurang tepat dalam menerapkan disiplin positif. Mengapa ini bisa terjadi? Mengutip dari penjelasan yang disampaikan oleh narasumber BINGKAI Vol. 1, beberapa hambatan sering bermunculan seiring dengan pengasuhan anak, baik di rumah maupun sekolah, seperti:

  1. Kurangnya Pemahaman tentang Metode Disiplin Positif
    Tidak semua orang tua memahami konsep disiplin positif secara komprehensif. Esensinya, disiplin positif bukan berarti kita menerapkan hukuman untuk mengajarkan kedisiplinan kepada anak. Melainkan, cara kita untuk mengajarkan anak bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri, dengan tetap memberikan perhatian pada proses belajar dan perkembangan mereka.
  2. Kesabaran yang Terbatas
    Pengasuhan anak adalah proses panjang yang membutuhkan kesabaran, begitu pula dengan menerapkan disiplin positif sebagai salah satu bagiannya. Lumrah jika dalam prosesnya, kita menjumpai orang tua atau bahkan kita sendiri merasa atau mengeluarkan emosi negatif atas perilaku anak di luar ekspektasi kita sebagai orang tua.

Di sinilah peran kita sebagai orang tua diuji, bagaimana cara kita untuk mengelola emosi dan “menaikkan batas kesabaran” ketika menghadapi perubahan perilaku anak. Utamanya, dalam proses mengenal dan membangun karakter mereka. 

  1. Ekspektasi yang Terlalu Tinggi
    Seperti rahasia umum, kita masih sering menjumpai atau bahkan mengalami sendiri sebagai orang tua yang memiliki ekspektasi terlalu tinggi terhadap perubahan perilaku anak. Misalnya, berharap anak langsung bisa mengikuti aturan tanpa diberi kesempatan untuk belajar dari kesalahan. Padahal, pengembangan disiplin positif melibatkan pemberian ruang bagi anak untuk mengatasi kesalahan mereka dengan cara yang mendidik.
  2. Mispersepsi Anak terhadap Orang Tua
    Siapa yang mengira jika pendekatan reward kepada anak setelah menyelesaikan tanggung jawabnya juga terkadang bisa memicu mispersepsi. Jika dilakukan dalam tahap wajar, tentu ini tidak akan menjadi masalah. Namun, ketika porsinya sudah melebihi batas dan akhirnya membuat anak hanya mau mendengarkan atau menjalankan instruksi selama ada reward, tentu ini bukanlah metode pengasuhan bisa dilanjutkan begitu saja. 

Sebagai orang tua, kita perlu melakukan refleksi dan berbenah. Harapannya, kita bisa menanamkan motivasi internal dan konsep tanggung jawab pribadi kepada anak, tanpa iming-iming yang menjadi ketergantungan kurang baik untuk dampak jangka panjangnya. 

Coba absen dulu, di antara Ayah Bunda pembaca artikel ini, siapa yang pernah mengalami mispersepsi seperti yang disebutkan? Kalau Ayah Bunda salah satunya, pastikan untuk terus membaca artikel ini supaya bisa mendapatkan lesson learned atau solusi untuk mengatasi tantangan ini. 

Sumber Motivasi: Intrinsik vs. Ekstrinsik

Highlight kedua berkaitan dengan pengenalan sumber motivasi anak yang menjadi pemahaman dasar sebelum mempelajari prioritas maupun strategi yang dapat Ayah Bunda terapkan dalam rangka memberikan lingkungan terbaik untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. 

Dalam pengasuhan dan pendidikan, motivasi anak menjadi kunci utama dalam proses belajar. Berikut adalah penjelasan dasarnya terkait klasifikasi motivasi anak. 

  1. Motivasi Intrinsik (Internal)
    Motivasi ini datang dari dalam diri anak, yang muncul ketika mereka melakukan sesuatu karena mereka benar-benar ingin melakukannya, bukan karena adanya paksaan atau hadiah dari luar. Anak dengan motivasi intrinsik cenderung lebih mandiri dan memiliki kontrol diri yang baik. Mereka belajar dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan dari proses itu sendiri. Motivasi inilah yang akan kita usahakan agar anak dapat memilikinya.
  2. Motivasi Ekstrinsik (Eksternal)
    Motivasi ekstrinsik bergantung pada faktor eksternal, seperti hadiah, pujian, ancaman bahkan hukuman. Ini adalah motivasi yang dipicu oleh sesuatu di luar diri anak, bukan karena mereka merasa tertarik pada aktivitas itu sendiri, yang tidak bisa kita gunkan terus menerus karena akan memberikan dampak buruk untuk jangka panjang. 
  3. Amotivasi (Tanpa Motivasi)
    Anak yang mengalami amotivasi tidak merasa tertarik atau memiliki alasan untuk melakukan suatu tindakan. Kondisi ini biasanya muncul ketika anak merasa tidak ada nilai dalam apa yang mereka lakukan. 

 

Motivasi Mana yang Harus Didahulukan?

Setelah paham tentang klasifikasi motivasi, muncul pertanyaan berikutnya. Manakah yang harus kita dahulukan untuk memberikan pengasuhan terbaik bagi anak? 

Coba kita tarik ke belakang sebentar, tentang miskonsepsi yang sering muncul. Adanya anggapan bahwa motivasi eksternal diperlukan untuk memicu motivasi internal. Sehingga, tidak sedikit orang tua atau pendidik yang memberikan hadiah atau hukuman untuk memicu motivasi internal anak. 

Padahal, ada pendekatan yang lebih efektif, yaitu membantu anak menemukan makna dalam tindakan mereka, sehingga mereka dapat mengembangkan motivasi intrinsik yang kuat. Mengutip dari yang disampaikan pemateri pada BINGKAI Vol.1, 

“Anak-anak dari lahir sudah punya motivasi internal dan otonomi.” 

Artinya, pada dasarnya anak sudah memiliki dorongan untuk belajar dan berkembang, hanya saja mereka membutuhkan pendampingan dan bantuan kita sebagai orang tua untuk menguatkan dan mengarahkan motivasi intrinsik mereka, salah satunya melalui pembelajaran makna di setiap aktivitasnya. 

Baca juga: Self-Regulation: Kunci agar Anak Bisa Belajar Lebih Efektif 

Motivasi Eksternal, Sebuah Kontrol bagai Pedang Bermata Dua

Meskipun memberi hadiah atau motivasi eksternal kadang diperlukan dalam situasi tertentu, terlalu bergantung pada kontrol eksternal ini bisa memberikan dampak kurang baik. Anak yang terbiasa diberikan penghargaan eksternal cenderung menjadi tergantung pada pujian atau hadiah, dan kehilangan rasa kepuasan yang sejati dalam melakukan sesuatu. 

Ini juga bisa menurunkan kemampuan mereka untuk mengembangkan self-regulation, yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri dan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Sebagai contoh, memberi hadiah uang jika anak berhasil berpuasa sehari bisa jadi hanya menciptakan “zona takut,” di mana anak merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk mendapatkan hadiah, bukan karena merasa nilai dari tindakan tersebut. Hal ini justru menghalangi mereka untuk memahami proses belajar yang sesungguhnya.

Strategi Membangun Disiplin Positif yang Berkelanjutan

Sampailah kita di bagian memilih strategi yang tepat untuk membantu anak mengembangkan self-regulation dan disiplin positif yang berkelanjutan, Bu Najelaa Shihab bersama pemateri BINGKAI lainnya, sepakat bahwa ada banyak strategi yang bisa ktia coba, beberapa di antaranya seperti:

  1. Fokus pada Proses, Bukan Hasil
    Alih-alih hanya memfokuskan anak pada hasil akhir, seperti nilai ujian atau pencapaian lainnya, alangkah lebih baik jika kita memberikan perhatian pada proses belajar yang mereka jalani. Ini akan membantu anak untuk menghargai usaha mereka sendiri, bukan hanya hasil yang dicapai.
  2. Berikan Makna pada Pembelajaran
    Anak yang memahami nilai dari apa yang mereka pelajari cenderung lebih termotivasi untuk belajar. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pendidik untuk membantu anak menemukan makna dalam setiap tugas atau kegiatan yang mereka lakukan.
  3. Bangun Kepercayaan Diri dan Komitmen
    Memberikan anak kesempatan untuk merasakan kepuasan dari pencapaian yang mereka raih dengan usaha sendiri. Ini dapat membangun rasa percaya diri dan komitmen mereka untuk terus belajar.

Dari BINGKAI Vol.1, Kita Belajar tentang …..

BINGKAI Vol.1 memberikan banyak insight dan pengalaman praktis dari praktisi serta orang tua yang telah mencoba menerapkan disiplin positif dalam pengasuhan mereka. Melalui sesi berbagi pengalaman ini, kami berharap Ayah Bunda dapat saling belajar tentang tantangan dan keberhasilan dalam mendampingi anak, serta mendapatkan inspirasi untuk terus menerapkan pendekatan yang lebih efektif dalam mendidik anak.

Sebagai penutup, Bu Najelaa Shihab kembali mengingatkan bahwa disiplin positif bukan hanya soal mengontrol perilaku anak, tetapi tentang membangun karakter yang mandiri dan bertanggung jawab. Harapannya, orang tua bisa menjadi teladan dan pendamping yang sabar, konsisten, dan penuh kasih dalam proses mendampingi anak.

Karena pada dasarnya disiplin positif adalah pendekatan yang berfokus terhadap pengembangan karakter anak, bukan hanya sekadar mengatur atau mengontrol perilaku mereka. Oleh sebab itu, mempelajari dan mempraktikkan teori ini juga bisa membantu anak untuk mengembangkan self-regulation yang baik, yang pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan emosional dan sosial mereka dengan lebih baik. 

Categories
Berita Terkini SMM Event Terbaru

Sekolah Murid Merdeka di Edutech Asia 2022, Singapura

Pada akhir kuartal 2022 bertepatan dengan forum Edutech Asia 2022 di Singapura, Founder dari Sekolah Murid Merdeka, Ibu Najelaa Shihab menjadi salah satu panelis dalam diskusi mengenai pembelajaran masa depan. Pada forum ini tren mengenai pendidikan dibahas dalam kaitannya dengan pandemi dan digitalisasi. 

Kilas Balik Sekolah Murid Merdeka

Sekolah Murid Merdeka dibentuk pada akhir 2019 dengan meyakini metode belajar Sekolah Murid Merdeka sebagai “future of education” adalah blended/campuran. Perpaduan metode belajar tidak hanya antara online dan offline, namun juga synchronous dan asynchronous. Sekolah Murid Merdeka percaya bahwa pemerataan pendidikan dapat terjadi dengan bantuan teknologi dan kolaborasi antar sekolah, orangtua, murid dan industri. Pandemi pastinya membuat semua pemangku kepentingan dalam pendidikan kaget. Sekolah Murid Merdeka pun tak terkecuali, konsep Sekolah Murid Merdeka yang awalnya adalah blended/campuran, terpaksa berubah menjadi full online di Maret 2020 sampat beberapa waktu lalu akhirnya sudah dimungkinkan kegiatan tatap muka. Najelaa Shihab mengatakan beberapa poin penting terkait tren pendidikan:

 

  • Di Sekolah Murid Merdeka, kemampuan anak untuk memegang kendali penuh pada pembelajarannya sangat terlihat berkembang. Sebelumnya bentuk pembelajaran yang lebih banyak satu arah dan jauh dari fleksibilitas seolah ‘mengungkung’ potensi anak.
  • Tren pada Education Technology Company yang sebelumnya hanya fokus pada “test preparation” kemudian mulai bergerak menjadi fokus pada jenjang yang lebih dini dan integrasi inovasi-inovasinya dengan pembelajaran dan sekolah. Tidak hanya berlomba dalam pembuatan konten yang menarik tapi juga berusaha menghadirkan pembelajaran yang bermakna yang pada akhirnya akan memberikan dampak yang baik pada murid.
  • Transparansi pada pengalaman belajar anak yang membuat keterlibatan yang tepat dari orangtua dalam bersama-sama dengan guru dan sekolah untuk meningkatkan hasil belajar anak. Dengan kemudahan yang dihadirkan oleh teknologi dari mulai pekerjaan rumah maupun jadwal anak yang perlu diperhatikan, sampai kepada umpan balik langsung tidak hanya dari guru ke murid tapi juga sebaliknya.
  • Pembelajaran yang awalnya hanya mendobrak “when” melalui fleksibilitas self paced learning dan “where” melalui classroom without walls (anak bisa belajar di luar kelas atau sekolah), saat ini juga bergerak kepada “with who”. Umpan balik yang awalnya hanya dari guru untuk murid saat ini terlihat juga terbentuk antar murid. Murid juga saat ini mendapatkan akses untuk belajar melalui media-media yang ada. Fungsi guru pun kemudian bergerak menjadi fasilitator yang dapat menghadirkan ruang-ruang diskusi yang menyenangkan dan menantang bagi murid.

Pendapat Ahli Edutech

Beberapa poin menarik juga disampaikan oleh Joh Liang Hee, CTO Sing-Ed Global Schoolhouse, yang sudah cukup lama berkecimpung di pendidikan juga turut membangun sistem pendidikan di Singapura. Beliau mengatakan bahwa fase pertama dalam teknologi dalam pendidikan adalah membuat guru nyaman dengan penggunaan teknologi yang mempermudah administrasi. Guru kemudian bisa lebih fokus dalam pembelajaran dan memberikan sentuhan personalisasi yang lebih banyak bagi murid. Bentuk pembelajaran yang awalnya adalah hafalan dan ujian sudah jauh berubah menjadi pengalaman penggalian ide sampai refleksi. Teknologi perlu digaris bawahi dalam pendidikan fungsinya sebagai pendukung bagi pembelajaran yang tidak hanya fokus pada ujian namun meningkatkan versatility, agility & critical thinking.

Najelaa Shihab menyatakan mengenai value proposition atau kelebihan-kelebihan Sekolah Murid Merdeka sebagai sekolah yang berkembang pesat di saat pandemi dari sudut pandang orang tua. Kata kunci nya adalah fleksibilitas, setelah pandemi orang tua menjadi lebih terpapar dengan proses belajar anak di sekolah, sehingga sekarang keberadaan alternative school seperti SMM menjadi pilihan yang segar.

Sebagai ahli dalam penyediaan perangkat bagi pendidikan Emma Ou, Country Head ASUS mengatakan bahwa personalisasi bagi perangkat yang digunakan di sekolah pun menjadi sangat penting. Terutama saat kita bicara mengenai perangkat yang digunakan oleh murid-murid yang lebih muda issue mengenai durabilitas, reliabilitas maupun keamanan menjadi fungsi-fungsi atau fitur-fitur wajib yang perlu dihadirkan. Tren perangkat juga akan semakin terpersonalisasi dari segi desain yang lebih ramah untuk anak.

Kompetensi Guru di Sekolah Murid Merdeka

Pada sesi tanya jawab, beberapa pertanyaan menarik mengenai kompetensi guru yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dari tren yang terus berubah. Berdasarkan pengalaman di Sekolah Murid Merdeka, kemampuan yang diperlukan paling banyak adalah “learning design” bagaimana guru dapat merangkai pembelajaran dengan berbagai pilihan aktivitas dan sumber yang bertebaran saat ini. Di Sekolah Murid Merdeka, terlihat bahwa kompetensi ini sangat berbeda pada pengalaman belajar “online” maupun “offline” sehingga untuk bisa menghadirkan integrasi yang mulus diperlukan latihan dan mental untuk selalu belajar pada setiap guru. Salah satu pengalaman menarik di Sekolah Murid Merdeka adalah nusantara time, sesi ini merupakan sesi 15-20 menit pembelajaran yang menghadirkan seluruh murid dan guru dari berbagai lokasi Hub Sekolah Murid Merdeka (saat ini telah ada 31 titik di seluruh Indonesia) saling bertegur sapa dan berdiskusi. Perasaan murid-murid sebagai bagian dari komunitas yang sangat besar dan beragam pun menjadi pengalaman yang luar biasa. Contoh paling nyata disebutkan Najelaa Shihab dalam forum ini, yaitu salah satu unit yang sering dihadirkan dalam pembelajaran di tingkat pra-sekolah atau SD awal yaitu “farm to table” begitu terasa perbedaannya dimana ada anak di kota besar yang membeli bahan makanan untuk memasak di rumah dengan murid-murid di desa yang bahan makanannya dipanen atau bahkan ditangkap. “Keberagaman yang hadir di SMM menghadirkan kualitas belajar yang belum pernah saya lihat sebelumnya” ujar Najelaa Shihab.

 

Panel : The Future of Learning is Digital

Rabu, 9 November 2022

Panelis : 

Najelaa Shihab, Founder Sekolah Murid Merdeka

Gaurava Yadav, Founder Indian Principals Network

Joh Liang Hee, CTO Sing-Ed Global Schoolhouse

Emma Ou, Country Head ASUS

Moderator :

Crispian Farrow, CIO EiM Global

Categories
Berita Terkini SMM Event Pendidikan Terbaru

Kelas Gratis Online dan Offline di Sekolah Murid Merdeka

Tren sekolah untuk anak di tahun 2023 dan berikutnya diperkirakan akan terus dipengaruhi oleh teknologi dan inovasi di dunia pendidikan. Salah satunya adalah tren pembelajaran yang dilakukan dengan konsep blended learning. 

Konsep Blended Learning

Blended learning adalah konsep yang mengkombinasikan pembelajaran dengan sistem daring dan tatap muka secara bergantian. Sehingga memberikan keuntungan bagi murid dan guru karena tetap mempertahankan interaksi sosial yang penting di dalam kelas, apalagi untuk pendidikan anak di jenjang PAUD/TK, hingga SD. 

Melalui blended learning, murid diberikan kemudahan untuk mengakses konten pembelajaran kapan dan di mana saja, sekaligus mengikuti pembelajaran tatap muka sesuai jadwal untuk mendapatkan dukungan dan bimbingan dari guru secara langsung.

Blended learning juga memungkinkan guru untuk mengembangkan kurikulum dan materi pembelajaran yang lebih fleksibel, serta menyediakan lebih banyak waktu untuk memberikan bimbingan dan dukungan individual kepada murid. 

Pertanyaannya, sekolah mana yang sudah menerapkan blended learning dengan baik di Indonesia?

Sekolah Murid Merdeka (SMM) adalah sekolah online blended learning terintegrasi teknologi digital pertama yang ada di Indonesia. SMM menjadi terobosan baru di dunia pendidikan karena mengintegrasikan pembelajaran tatap muka dan daring membuat pembelajaran menjadi lebih efektif, menyenangkan dan bermakna.

SMM memiliki kurikulum berbasis kompetensi masa depan yang terintegrasi digital. Dengan profil pelajar yang merdeka belajar, merdeka berkolaborasi dan merdeka berkarya, murid dapat belajar secara fleksibel dan aktif terlibat dalam mengembangkan kompetensi masa depan. 

Sekolah Murid Merdeka menjadi solusi pendidikan terbaik untuk murid melalui pengalaman belajar yang seru dan menarik. Desain pembelajaran yang mengkombinasikan bahan ajar digital (seperti video pembelajaran dan games interaktif), juga learning kit non digital yang siap digunakan anak secara langsung, serta proyek akhir yang inovatif menambah pemahaman dan keterlibatan murid dalam pembelajaran.

Belajar di Sekolah Murid Merdeka

SMM mengadopsi metode pembelajaran secara blended learning dimana memberikan opsi bagi siswa untuk dapat belajar dengan efektif dengan memanfaatkan teknologi digital yang didesain menarik dan menyenangkan. Pembelajaran secara blended learning di SMM dirancang agar interaksi yang dibangun tidak hanya melalui pertemuan daring semata tetapi juga secara luring dengan memperhatikan metode pembelajaran yang lebih menyenangkan dan bermakna bagi murid.

Pada pembelajaran daring, murid dapat mengeksplorasi berbagai aktivitas seperti kelas pertemuan secara virtual, pembelajaran melalui video, riset mandiri dalam menyelesaikan tugas, hingga aktivitas kerja kelompok. Pembelajaran daring adalah salah satu media yang bisa dipakai untuk mengenalkan teknologi kepada murid serta memberikan fleksibilitas proses pembelajaran yang bisa dilakukan kapan dan di mana saja.

Sementara itu, pembelajaran luring dilakukan agar murid tidak kehilangan kesempatan untuk  berinteraksi sosial dan mendapatkan pembelajaran secara tatap muka. Melalui pembelajaran luring, murid bisa mendapatkan kesempatan melakukan praktik di lab sekolah, presentasi, pameran karya, dan kegiatan menyenangkan lainnya bersama teman belajar secara langsung. 

Harapannya, melalui blended learning ini, SMM dapat memberikan hal baru untuk pendidikan, yaitu membuat proses pembelajaran jadi terasa lebih menyenangkan dan bermakna, baik untuk murid maupun tenaga pengajar. 

Coba Kelas Gratis di SMM

Kabar baik buat Ayah dan Bunda, karena SMM punya kelas gratis yang bisa dicoba untuk pengalaman belajar baru buat anak melalui kelas trial. Di kelas ini anak akan mendapatkan banyak manfaat dan pengalaman dari belajar secara daring maupun luring, materi belajar berbasis project, dan masih banyak lagi keseruan lainnya hanya di SMM.

Pada sesi akhir kelas trial akan diumumkan kesempatan untuk memperoleh beasiswa eksklusif untuk mengakses pendidikan berkualitas dengan biaya super terjangkau bahkan gratis. Opsi lainnya adalah Ayah dan Bunda juga bisa memanfaatkan promo menarik dari SMM. Ada beasiswa untuk tahun ajaran baru, cara pengajuannya pun mudah, cukup mengisi formulirnya di sini. 

Sudah siap untuk bergabung?

Yuk langsung daftarkan anak untuk mengikuti kelas gratis melalui tautan ini. Dan dapatkan berbagai manfaat dengan mengikuti kelas trial yang dibuka dari jenjang PAUD sampai SMA. 

Sampai jumpa di kelas!

Categories
Berita Terkini SMM Event Hightlights

Sekolah Murid Merdeka Menyapa Jogjakarta!

           Setelah menyambangi Kota Malang pada Desember 2021 lalu, mengawali bulan Februari ini, Sekolah Murid Merdeka hadir di Jogjakarta. Kali ini, Ayah, Bunda, dan Kawan Murid yang tinggal di Jogjakarta dan sekitarnya dapat langsung datang ke Hartono Mall Jogjakarta untuk bertemu langsung dengan kakak-kakak dari SMM yang akan menjelaskan lebih lanjut mengenai hal-hal yang ingin Ayah Bunda ketahui. Sambil Ayah Bunda berkonsultasi dan lebih mengenal SMM, Kawan Murid juga dapat melakukan aktivitas seru di Pop Up Stand SMM.

         Tidak hanya Pop Up Stand, akan ada kegiatan seru lainnya yaitu Pop Up Hub SMM dan juga kegiatan Eksplorasi Murid Merdeka. Pop Up Hub adalah kegiatan kelas offline untuk umum serta murid SMM yang ingin merasakan pengalaman belajar offline yang seru, kreatif, dan inovatif bersama fasilitator kompeten SMM. Jadi untuk Kawan Murid yang ingin merasakan bagaimana mengikuti kelas offline di SMM, bisa daftar ke Pop Up Hub Jogjakarta di sini. Kemudian, kegiatan Eksplorasi Murid Merdeka adalah on ground activity yang mengusung beberapa kegiatan yaitu Tembok Murid Merdeka, Yoghurt Ekspresi, dan Hutan Ekspresi.

Founder SMM, Ibu Najelaa Shihab Hadir Saat Hari Pembukaan Pop Up Stand SMM

         Masing-masing dari tiga kegiatan tersebut hadir pada 31 Januari-13 Februari untuk Pop Up Stand, 4-6 Februari untuk Eksplorasi Murid Merdeka, dan 5&12 Februari untuk Pop Up Hub. Yuk ikuti keseruan rangkaian kegiatan seru SMM, jangan sampau ketinggalan ya Ayah Bunda!